Friday 31 July 2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat yang diberikan Tuhan, kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Pariwisata Bentuk Kolonialisme Baru” tepat pada waktunya.
Paper ini disusun berdasarkan fakta-fakta yang kami peroleh dari sumber pustaka terkait dengan perkembangan pariwisata di Bali. Dalam penyusunan paper ini tidak lepas dari partisipasi, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Kami  menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan saran serta masukan yang bersifat membangun demi peningkatan kualitas penyusunan paper ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Denpasar, 03 Juni 2015


                  Penulis


DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB      I.   PENDAHULUAN
                   1.1. ................................................................................................ Latar Belakang                     1
                   1.2. ................................................................................................ Rumusan Masalah                2
                   1.3. ................................................................................................ Tujuan Penelitian                  2
BAB    II.   KAJIAN PUSTAKA
                   2.1. ................................................................................................ Pariwisata                 3
                   2.2. ................................................................................................ Kolonialisme Baru                4
                   2.3. ................................................................................................ Globalisasi                5
                
BAB .. III. PEMBAHASAN
                   3.1. Bentuk-bentuk Kolonialisme Baru..................................................... 7
3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kolonialisme Baru...................... 9
3.3. Objek daya tarik............................................................................... 10
3.4. Pengaruh Pariwisata Sebagai Kolonialisme Baru............................. 11
BAB IV PENUTUP
           4.1.   Kesimpulan ............................................................................................. 14
           4.2.   Saran ....................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.            Latar Belakang
Kolonialisme di era modern tidak selalu dilakukan dengan menggunakan kekuatan senjata secara fisik, namun dapat dilakukan secara non fisik. Penjajahan ekonomi adalah salah satu bentuk kolonialisme modern yang paling mudah diamati. Penjajahan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara sehingga membuat suatu bangsa menjadi sangat ketergantungan. Secara fisik Indonesia memang sudah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 silam, namun dari sisi lain Indonesia masih terjajah.
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam disetiap daerah yang sangat besar. Namun masyarakat di Indonesia belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan mengelola sumber daya alam tersebut. Pendidikan, keterampilan serta modal yang dimiliki masyarakat Indonesia masih kurang. Kepedulian masyarakat untuk mencari inovasi-inovasi baru juga tergolong rendah. Pada akhirnya keadaan seperti itu dimanfaatkan oleh negara-negara maju. Dengan dalih globalisasi, negara maju mulai menjajah Indonesia dengan penjajahan model baru. Melalui perdagangan bebas, investasi-investasi hingga mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan. Melalui globalisasi, negara berkembang termasuk Indonesia kembali dijajah saat ini. Dengan dalih membuka lapangan pekerjaan dan persaingan global, pihak-pihak asing mulai menginvestasikan hampir sebagian besar dananya ke Negara berkembang terutama di bidang perekonomian.
Di antara sekian banyak cara kolonialisme baru, pariwisata masal juga harus disebutkan. Selain berbahaya karena terlihat nyata di depan mata, pariwisata masal di negara-negara berkembang memiliki karakter yang sangat eksploitatif. Alasan utamanya adalah terletak pada hubungan yang tidak setara antara wisatawan, yang secara ekonomi kaya dan dominan, dengan penduduk setempat yang umumnya miskin. Ketidaksetaraan ini dapat memiliki efek yang dramatis. Dua efek yang langsung bisa disebutkan di sini, yang pertama, pariwisata masal di Asia Tenggara menjadi lebih berkembang. Di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara lainnya, pariwisata telah berkembang menjadi industri besar. Kedua, di daerah tujuan wisata populer seperti Bali, pariwisata masal dengan cepat mengubah budaya lokal menjadi komoditas global. Dengan kondisi seperti ini dan dengan banyak cara lainnya, kebanyakan negara berkembang telah menjadi sangat tergantung dari segala macam keterlibatan asing.
Dampak globalisasi di pulau Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata di dunia secara langsung terkena imbas. Perkembangan pariwisata yang sangat pesat di Bali, menyebabkan meningkatnya aktivitas disegala bidang kehidupan terutama bidang ekonomi. Pembangunan besar-besaran menjadi pengaruh pariwisata yang sangat jelas terlihat dipulau dewata. Salah satu diantaranya perkembangan jasa akomodasi, baik hotel, home stay, vila, dan penginapan. Kepemilikan aset berupa tanah dan bangunan secara besar-besaran di wilayah bali menunjukkan salah satu bentuk kolonialisme dalam dunia pariwisata. Banyak pihak asing yang menjadi pemilik aset tersebut sedangkan orang Bali selaku tuan rumah hanya sebagai tenaga kerja.

1.2.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1)      Bagaimana bentuk-bentuk kolonialisme baru dalam pariwisata ?
2)      Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kolonialisme dalam pariwisata ?
3)      Bagaimana dampak kolonialisme baru dalam pariwisata ?

1.3.            Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.
1)      Untuk mengetahui bentuk-bentuk kolonialisme baru dalam pariwisata.
2)      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kolonialisme dalam pariwisata.
3)      Untuk mengetahui dampak kolonialisme baru dalam pariwisata.


BAB II
KAJIAN  PUSTAKA


2.1              Pariwisata
Pengertian pariwisata menurut Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 3 dimana yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Sementara itu pengertian kepariwisatan menurut Undang – Undang No. 10 tahun 2009 pasal 1 ayat 4 adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara, serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.
Menurut Oka (1996) pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselengarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud tujuan bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang di kunjungi, tetapi semata-mata menikmati perjalanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan/keinginan yang bermacam-macam. Salah satu yang sangat berhubungan dengan pariwisata yaitu obyek wisata yang mempunyai pengertian yaitu tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang di kunjungi wisatawan. Obyek wisata dapat berupa obyek wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut atau berupa obyek wisata bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan sejarah dan lain-lain. Berdasarkan definisi diatas maka pariwisata merupakan aktifitas manusia untuk sementara waktu yang dilakukan secara sadar dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk bersenang-senang bukan mencari nafkah dengan berbagai kegiatan pariwisata.

2.2              Kolonialisme Baru
Koloni berasal dari kata colonia (bahasa Latin) yang artinya tanah pemukiman (jajahan) jadi koloni berarti pemukiman suatu negara di luar wilayah negaranya yang kemudian dinyatakan sebagai bagian wilayahnya. Adapun kolonialisme mengandung arti upaya penguasaan atas suatu wilayah oleh negara penguasa untuk memperluas daerahnya atau wilayahnya. Penguasaan daerah tersebut umumnya dilakukan secara paksa untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi negara induk (motherland). Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk meresmikan atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan (Wikipedia, 2014).
Koloni merupakan negeri, tanah jajahan yang dikuasai oleh sebuah kekuasaan asing selain itu koloni merupakan satu kawasan diluar wilayah negara asal. Tujuan utama kolonialisme adalah kepentingan ekonomi, kebanyakan koloni yang yang dijajah adalah wilayah yang kaya akan bahan mentah, keperluan untuk mendapatkan bahan mentah adalah dampak dari terjadinya Revolusi Industri di Inggris. Istilah kolonialisme bermaksud memaksakan satu bentuk pemerintahan atas sebuah wilayah atau negeri lain (tanah jajahan) atau satu usaha untuk mendapatkan sebuah wilayah baik melalui paksaan atau dengan cara damai.
Usaha untuk mendapatkan wilayah biasanya melalui penaklukan. Penaklukan atas sebuah wilayah bisa dilakukan secara damai atau paksaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada mulanya mereka membeli barang dagangan dari penguasa lokal, untuk memastikan pasokan barang dapat berjalan lancar mereka kemudian mulai campur tangan dalam urusan pemerintahan penguasa setempat dan biasanya mereka akan berusaha menjadikan wilayah tersebut sebagai tanah jajahan mereka. Negara yang menjajah menggariskan panduan tertentu atas wilayah jajahannya, meliputi aspek kehidupan sosial, pemerintahan, undang-undang dan sebagainya.
Sejarah perkembangan kolonialisme bermula ketika Vasco da Gama dari Portugis berlayar ke india pada tahun 1498. Di awali dengan pencarian jalan ke Timur untuk mencari sumber rempah-rempah. Perlombaan mencari tanah jajahan dimulai. Kuasa Barat Portugis dan Spanyol kemudian diikuti Inggris dan Belanda berlomba-lomba mencari daerah penghasil rempah-rempah dan berusaha menguasainya. Penguasaan wilayah yang awalnya untuk kepentingan ekonomi akhirnya beralih menjadi penguasaan atau penjajahan politik yaitu campur tangan untuk menyelesaikan pertikaian, perang saudara, dan sebagainya. Ini karena penguasa kolonial tersebut ingin menjaga kepentingan perdagangan mereka daripada pergolakan politik lokal yang bisa mengganggu kelancaran perdagangan mereka.
Kolonialisme berkembang pesat setelah perang dunia I. Sejarah kolonialisme Eropa dibagi dalam tiga peringkat. Pertama dari abad 15 hingga Revolusi industri (1763) yang memperlihatkan kemunculan kuasa Eropa seperti Spanyol dan Portugis. Kedua, setelah Revolusi Industri hingga tahun 1870-an. Ketiga, dari tahun 1870-an hingga tahun 1914 ketika meletusnya Perang Dunia I yang merupakan puncak pertikaian kuasa-kuasa imperialis.

2.3              Globalisasi
Kata globalisasi sebenarnya merupakan serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris globalization. Kata globalization sendiri sebenarnya berasal dari kata global yang berarti universal yang mendapat imbuhan -lization yang bisa dimaknai sebagai proses. Jadi dari asal mula katanya, globalisasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru baik berupa informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara mendunia (Wikipedia, 2015).
Globalisasi diartikan sebagai suatu proses dimana bata-batas suatu negara menjadi semakin sempit karena kemudahan interaksi antara negara baik berupa pertukaran informasi, perdagangan, teknologi, gaya hidup dan bentuk-bentuk interaksi yang lain. Globalisasi juga bisa dimaknai sebagai proses dimana pengalaman kehidupan sehari-hari, ide-ide dan informasi menjadi standar di seluruh dunia. Proses tersebut diakibatkan oleh semakin canggihnya teknologi komunikasi dan transportasi serta kegiatan ekonomi yang merambah pasar dunia. Seperti dua mata koin yang berbeda, globalisasi menawarakan keuntungan yang sangat besar dalam kemajuan perekonomian suatu negara tapi disisi lain ada juga damapak negatif yang ditimbulkan seperti lunturnya budaya luhur karena serbuan budaya baru dari luar.
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan. Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (Lucian, 1966). Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.Semakin bertambah globalnya berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia. Merebaknya gaya berpakaian barat di negara-negara berkembang.


BAB III
PEMBAHASAN

Pada masa penjajahan, pemerintah kolonial Belanda sudah melihat potensi pulau Bali yang dapat meningkatkan pendapatan mereka, potensi itu tentunya adalah pariwisata. Maka dibentuklah instrumen-instrumen pendukung proyek pariwisata. Secara umum pariwisata telah menjadi industri sipil yang terpenting didunia. Menurut dewan perjalanan dan pariwisata Dunia (World Travel and Tourism Council-WTTC).
Saat ini pariwisata merupakan industri terbesar didunia dengan menghasilkan pendapatan dunia lebih dari $3,5 trillun pada tahun 1993 atau 6% dari pendapatan kotor dunia. Pariwisata merupakan industri yang lebih  besar dari industri kendaraan, baja, elektronik maupun pertanian. Industri  pariwisata memperkerjakan 127 juta pekerja (WTTC, 1992).
Pulau Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata didunia juga secara langsung terkena imbas dari perkembangan industri pariwisata itu sendiri. Perkembangan kepariwisataan yang sangat pesat di Bali, menyebabkan meningkatnya aktivitas di segala bidang kehidupan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan yang besar-besaran menjadi pengaruh pariwisata yang sangat jelas terlihat di pulau Dewata ini. Salah satu industri pariwisata yang sangat menonjol  perkembangannya adalah jasa akomodasi baik hotel, home stay, villa, dan  penginapan dengan berbagai jenis prasarana dan sarana yang melengkapinya.

3.1       Bentuk-Bentuk Kolonialisme Baru
Pariwisata sangat mempengaruhi aspek ekonomi suatu wilayah. Bila aspek ekonomi menonjol maka aspek kapitalisasi dan komodifikasi alam dan lingkungan hidup tidak bisa dihindarkan. Bahkan Karim (2008:7) menilai bahwa harapan pemerintah untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber kemakmuran, meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperluas lapangan kerja perlu dipertanyakan. Beberapa kasus di daerah, menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata pada akhirnya tidak memberikan sumbangan kesejahteraan masyarakat di daerah bahkan menunjukkan gejala bentuk baru kolonialisme (neo-colonialism) yang mengakibatkan masyarakat lokal tidak berdaya menghadapi kekuatan kapital besar yang masuk.
Dengan demikian pariwisata dapat menjadi senjata kapital yang tidak membangun, namun justru menghancurkan negara berkembang yang sangat membutuhkan investor untuk membangun. Mungkin perlu dikritisi paradigma pembangunan liberal yang dalam perspektif barat yang selama ini dianggap merupakan kunci keberhasilan pembangunan Indonesia.
Penjelasan tersebut di atas dapat dilihat dari kecenderungan pemerintah, termasuk pemerintah daerah untuk ramah kepada investor luar sehingga investor asing menguasai jaringan bisnis wisata dari hulu bahkan sampai hilir. Hal dapat kita temui misalnya, kepemilikan jaringan perhotelan, penerbangan internasional, operator wisata, operasi kapal wisata. Jaringan pariwisata tersebut tidak memberi nilai tambah bagi tenaga kerja lokal. Persoalannya sering bukan karena ketidakmampuan penduduk lokal dalam mengerjakan pekerjaan jasa pariwisata, namun juga diakibatkan pandangan diskriminatif para manajer atau pemilik modal terhadap penduduk lokal.
Hotel-hotel internasional misalnya, tidak menyerap tenaga kerja di level manajemen puncak dan menengah, bahkan untuk profesi yang membutuhkan keahlian yang tinggi, termasuk seperti Chef (juru masak) didatangkan dari asing. Penyerapan tenaga kerja hanya ada di level bawah, misalnya penerima tamu, penata kamar, atau kebersihan. Di sisi lain, makanan, minuman dan buah yang disajikan di hotel-hotel tersebut juga diimpor sedangkan makanan lokal sering dianggap belum terstandar. Demikian juga dengan penguasaan lahan, terjadi marginalisasi (peminggiran) masyarakat lokal dan semakin jauh dari pusat-pusat ekonomi, maka semakin kecil pula kemampuan mereka mengambil manfaat ekonomis dari industri pariwisata.
Menurut Sutarso bentuk-bentuk marginalisasi penduduk lokal dapat berupa: Pertama, pada bidang ekonomi, terjadinya dominasi ekonomi berupa perluasan faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, komoditas ekspor pengenaan pajak baru sehingga semakin berat beban masyarakat. Hal ini mengakibatkan masyarakat marginal sangat tergantung pada pemilik modal atau penguasa. Kedua, dalam bidang politik, terjadi hubungan yang tidak wajar sehingga terjadi ketegangan dan ketidakserasian. Penempatan penguasa pada posisi yang kuat dapat mendesak lembaga-lembaga lokal untuk mengikutinya. Selain itu masyarakat lokal lebih banyak dikontrol karena tidak memiliki organisasi yang mapan, baik secara politik dan ekonomi yang mampu membela kepentingan-kepentingannya.Ketiga, dibidang budaya, terjadi desakan terhadap norma-norma yang ada sehingga masyarakat kehilangan orientasi. Persinggungan orientasi kebudayaan pendatang dengan kebudayaan setempat dapat menimbulkan konflik budaya sehingga menimbulkan gegar budaya yang dapat merusak kebudayaan masyarakat setempat. Oleh karena itu, pemeliharaan orientasi budaya setempat harus dibarengi dengan upaya terus menerus dan kemampuan menerima perbedaan budaya bangsa-bangsa lain.

3.2       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kolonialisme Dalam Pariwisata

A.  Pendidikan
Pendidikan yang diberikan di sekolah-sekolah pariwisata dari tingkat SMK sampai Diploma adalah pendidikan yang cendrung mendidik sumber daya manusia untuk menjadi pekerja kelas bawah seperti waiter, waitress, cook, bellboy, room attendant, mechanic, engineer, security dan lain-lain. Pendirian sekolah-sekolah seperti ini harus ditinjau kembali karena berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan kehidupannya di masa yang akan datang

B.  Sosial Budaya
Kreatifitas masyarakat lokal dalam mengembangkan daerahnya menjadi objek daya tarik wisata tanpa bantuan investor masih rendah. Kebanyakan menunnggu datangnya investor. Masyarakat lokal juga kurang memperhatikan lingkungan daerahnya agar tidak dikuasai investor. Selain itu keanekaragaman budaya yang dimiliki Bali bukan hanya sebagai peluang (opportunity) tetapi juga sebagai ancaman (threat). Kegiatan keagamaan dan adat yang merupakan bagian dari budaya Bali merupakan faktor penghambat majunya sumber daya manusia Bali di industri pariwisata. Kewajiban untuk mengikuti kegiatan keagamaan dan adat merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh setiap orang Bali karena mereka sebagai masyarakat sosial yang terikat dengan adat istiadat di desa asalnya.

C.  Objek Daya Tarik
Menurut Ardika (Kompas, Senin, 13 Maret 2006) Kepariwisataan ada dan tumbuh karena perbedaan, keunikan, kelokalan baik itu yang berupa bentang alam, flora, fauna maupun yang berupa kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa, rasa dan budhi manusia. Tanpa perbedaan itu, tak akan ada kepariwisataan, tidak ada orang yang melakukan perjalananatau berwisata. Oleh karena itu, melestarikan alam dan budaya serta menjunjung kebhinekaan adalah fungsi utama kepariwisataan. Alam dan budaya dengan segala keunikan dan perbedaannya adalah aset kepariwisataan yang harus dijaga kelestariannya. Hilangnya keunikan alam dan budaya, berarti hilang pulalah kepariwisataan itu.
Dengan berlandaskan prinsip keunikan dan kelokalan, kepariwisataan Indonesia didasari oleh falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu konsep prikehidupan yang berkeseimbangan. Seimbangnya hubungan manusia dengan Tuhan, seimbangnya hubungan manusia dengan sesamanya, seimbangnya hubungan manusia dengan lingkungan alam. Konsep ini mengajarkan kepada kita untuk menjunjung nilai-nilai luhur agama serta mampu mengaktualisasikannya, menghargai nilai-nilai kemanusiaan, toleran, kesetaraan, kebersamaan, persaudaraan, memelihara lingkungan alam. Kesadaran untuk menyeimbangkan kebutuhan materi dan rokhani, seimbangnya pemanfaatan sumber daya dan pelestarian. Konsep ini juga menempatkan manusia sebagai subyek. Manusia dengan segala hasil cipta, rasa, karsa, dan budhinya adalah budaya. Dengan demikian kepariwisataan Indonesia adalah kepariwisataan yang berbasis masyarakat (community based tourism) dan berbasis budaya (cultural tourism). Kepariwisataan yang dibangun dengan prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

3.3        Pengaruh Pariwisata Sebagai Kolonialisme Baru
Sebagai bagian dari Indonesia, Bali juga mendapat pengaruh dari perubahan-perubahan yang terjadi di bidang teknologi, komunikasi, ekonomi, politik hingga budaya. Perubahan dari era pemerintahan Soeharto (orde baru) ke era pemerintahan pasca-Soeharto (reformasi) misalnya, membawa pengaruh kuat bagi kehidupan sosial dan politik di Bali, yang pada akhirnya mendorong terjadinya perubahan dalam berbagai aspek. Berikut ini dampak yang terjadi akibat dari pengaruh perubahan- prubahan di bidang teknologi, ekonomi, komunikasi hingga budaya.
A.  Perubahan Mata Pencaharian
Sebelum era 70an, mata pencaharian masyarakat Bali lebih banyak sebagai petani dan sebagian kecilnya pedagang. Di era 80an, mata pencaharian mulai bergeser ke pegawai pariwisata (pegawai hotel, travel, guide, sopir, dsb) dan pengerajin. Belakangan ini, berbagai macam profesi di jalani oleh masyarakat Bali; mulai dari pedagang HP hingga pedagang narkoba, mulai dari pengusaha hotel hingga pengusaha café remang-remang, mulai dari calo tanah sampai calo perkara, mulai dari moderator talk show sampai key speaker seminar, mulai dari tukang parkir sampai tukang tagih (debt-collector).

B.  Perubahan Aktivitas dan Etos Kerja
Sebelum era dimana sebagian besar masyarakat berstatus petani, etos kerja masyarakat Bali mungkin terlihat lamban dan cenderung santai. Tentu saja, karena aktivitas bertani memang tidak bisa diburu-buru, semua memakai hitungan masa (misalnya: padi baru bisa dipanen setelah berusia 3 bulan, tidak bisa dipercepat).Banyaknya waktu luang inilah yang membuat masyarakat Bali, di era itu, selalu punya waktu untuk aktivitas-aktivitas berkesenian dan melestarikan budaya (misalnya: mekekawin, megeguritan, megenjekan, megambel, menari, main arja, ngerindik, meniup seruling, membaca lontar, dsb). Sehingga bagi orang di luar Bali, etos kerja masayarakt Bali pada saat itu dianggap santai.
Etos kerja masyarakat Bali saat ini sudah berubah drastis, menjadi super sibuk, “time-is-money” kata mereka. Perubahan ini tentu terjadi akibat perubahan mata pencaharian yang begitu drastis dan ledakan angkatan kerja yang mengakibatkan kempetisi menjadi begitu ketat. Libur sehari untuk menengok upacara keluarga misalnya, jatah antrean nyupir di halaman hotel sudah diambil-alih orang lain. Tutup kantor sekali, pelanggan sudah marah-marah.Sehingga, hampir sudah tidak ada waktu lagi untuk ‘menyama-braya’. Melihat orang bertegur sapa di jalanan, saat ini, adalah kejadian langka, ajaib, atau malah dipandang aneh (“terlalu basa-basi, lebian tutur,” kata mereka), kecuali di desa-desa yang jauh di kaki bukit sana.

C.  Perubahan Gaya Hidup dan Pergaulan.
Mata pencaharian dan profesi yang berubah juga berakibat pada perubahan gaya hidup. Aktivitas dan kehidupan masyarakat Bali di jaman dahulu yang lebih banyak berada di sekitar desa dan balai banjar kini sudah jauh bergeser. Mereka lebih banyak beraktifitas mengikuti perkembangan zaman, baik tua maupun muda semua mengikuti

D.  Perubahan Orientasi dan Pola Pikir
Ledakan pertumbuhan penduduk ditambah transmigran dari luar pulau, membuat kompetisi hidup di Bali menjadi semakin ketat. Diantara masalah-masalah hidup lainnya, survivalitas kini telah menjadi perioritas utama. Masyarakat Balipun tidak terkecuali.
Orang Bali dahulu, yang dikagumi oleh orang barat, menempatkan norma di atas segalanya, apa-apa menggunakan ukuran normatif, mereka memegang prinsip “lek” (malu, nggak enak), bahkan untuk mengambil sesuatu yang menjadi haknya sekalipun. Itu sebabnya orang asing senang dan percaya sepenuhnya dengan orang Bali. Bukan karena orang asingnya pelit atau memanfaatkan sifat pemalunya orang Bali jaman dahulu, melainkan karena sangat menghargai pola pikir dan orientasi orang Bali yang jauh dari ketamakan.
Orang Bali yang sekarang, cenderung pragmatis; kalau sudah urusan uang/harta tak ada istilah “lek”. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana para pedagang acung, di daerah wisata, yang kerap setengah memaksa turis untuk membeli barang dagangannya. Ada juga kasus dimana orang Bali yang dipercaya mengelola perusahaan oleh orang asing, mengambil-alih perusahaan tersebut karena namanya dipakai di dalam akte perusahaan. Contoh lainnya adalah penjualan barang-barang pusaka warisan leluhur, pencurian ‘pretima’, dan lain sebagainya.
Ada pergeseran pola pikir dan orientasi yang sangat drastis di Bali. Yang namanya ‘saling asah-asih-dan-asuh’, saat ini, hanya bisa di temukan di lontar-lontar atau acara dharma wacana, sulit kita temukan dalam pelaksanaan sehari-hari.
Entah disadari atau tidak, kekaguman dan kepercayaan orang asing terhadap kesederhanaan pola pikir dan orientasi orang Bali saat ini, sudah jauh merosot dibandingkan dahulu. Dahulu, banyak orang asing yang mengadopsi orang Bali untuk dijadikan anak atau saudara, bahka sampai mewariskan harta bendanya. Sekarang jarang atau mungkin memang sudah tidak pernah ada lagi.



BAB IV
PENUTUP


4.1     Kesimpulan
Pulau Bali adalah salah satu daerah kunjungan wisata di dunia dengan kedatangan wisatawan yang meningkat setiap tahunnya. Perkembangan industri pariwisata yang merupakan  industri utama di pulau Bali menyebabkan adanya perkembangan infrastruktur dan  pembangunan yang cukup pesat. Sementara pembangunan di Bali dikuasai oleh investor yang dapat dilihat dari tindakan para investor yang selalu memiliki pandangan deskriminatif terhadap penduduk lokal, seperti dalam pencarian orang-orang penting didalam jabatan pariwisata selalu didatangkan dari luar. Dalam kepemilikian hotel, home stay kebanyakan investor asing yang menguasai sedangkan penduduk lokal hanya sebagai karyawan.

4.2    Saran
Untuk mengurangi kolonialisme baru sebaiknya kita sebagai generasi muda harus sadar untuk selalu menjaga dan melestarikan daerah kita masing-masing agar tidak sampai dikuasai oleh para investor. Alam dan budaya dengan segala keunikan dan perbedaannya adalah aset kepariwisataan yang harus dijaga kelestariannya. Hilangnya keunikan alam dan budaya, berarti hilang pula kepariwisataan itu.


DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I, G. Kepariwisataan Untuk Siapa?, Kompas, Senin, 13 Maret 2006, Edisi Jawa Barat.

Karim, Abd. (2008). Kapitalisasi Pariwisata dan Marginalisasi Masyarakat Lokal dan Lombok. Yogyakarta. Genta Press

Lucian, W, P. (1966). Aspects of Political Development.

Oka, Y. (1996). Edisi Revisi, Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa. Bandung.

Sutarso, J. (2007). Model Pembelajaran Pendidikan Budi Pekerti Berbasis Budaya Lokal: Kasus Wayang Purwo. Hasil Penelitian. Surakarta: LPPM UMS. Diunduh pada tanggal 26 Mei 2015 dari komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/35.joko%20sutarso-ums.pdf

Undang – Undang No. 10 tahun 2009

Wikipedia. (2015). Globalisasi. Diunduh pada tanggal 26 Mei 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi

Wikipedia. (2015). Kolonialisme. Diunduh pada tanggal 26 Mei 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kolonialisme

0 comments:

Post a Comment