Kulkul atau kentongan (Jawa)
merupakan instrumen musik yang bisa dibuat dari kayu ataupun bambu. Secara
spesifik, kayu yang dapat dipergunakan sebagai bahan kulkul adalah: kayu ketewel
(nangka), kayu teges (jati), kayu camplung, dan kayu intaran gading (batang
pohon pandan yang sudah tua). Untuk mendapatkan kulkul yang baik, maka
dipilihlah kayu atau bahan yang baik pula, karena dengan bahan yang baik dapat
memberikan kualitas suara yang baik pula. Kayu terbaik untuk dipergunakan
sebagai bahan kulkul adalah kayu nangka (artocarpus heterophyllus). Hal ini disebabkan karena serat kayu nangka
lebih padat dibandingkan dengan kayu yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan
suara yang lebih padat dan bagus.
Kulkul berbentuk bulat
memanjang, di mana pada bagian tengah tubuhnya terdapat rongga suara yang
berfungsi sebagai resonator. Alat musik ini dikelompokkan ke dalam golongan
idiophone sebab sumber suaranya berasal dari getaran tubuhnya sendiri. Ukuranya
bervariatif, ada yang panjangnya hanya ½ meter dengan lebar lingkaran 10 cm,
tapi ada juga yang lebih dari 1 meter dengan lebar lingkaran 100 cm. Biasanya
kulkul yang berukuran besar ditempatkan (digantung) di pos-pos siskamling,
banjar-banjar atau pura-pura.
Sesungguhnya budaya kentongan terdapat di
seluruh daerah di Nusantara sebagai
sarana komunikasi. Sebut saja di Pulau Jawa misalnya, instrumen kentongan biasa
difungsikan untuk sarana siskamling atau dijadikan sarana membangunkan orang
puasa ketika bulan Ramadhan. Namun hal ini kiranya tidak terjadi di Bali.
Keberadaan kulkul di Pulau Dewata secara umum diposisikan sesuai kegunaannya di
dalam kehidupan masyarakat.
·
Makna
kulkul dalam kontek religi bagi umah Hindu ?
Kulkul atau Kentongan
bagi umat Hindu dianggap memiliki unsur religius karena keberadaannya selalu ditempatkan di pura-pura dan disakralkan oleh
masyarakat. Sebagai instrumen perkusi, keberadaan kulkul sakral tersebut tidak
bisa dilepaskan dari odalan, karena selalu difungsikan sebagai sarana upacara. Makna
simbol bunyi yang disuarakan oleh kuklul pada peristiwa odalan adalah untuk
memeriahkan suasana atau dengan kata lain berfungsi sebagai alat musik
penyambutan turunnya Tuhan atau Ida Sang Hyang Widi Wasa. Nilai sakral tersebut terutama berada pada kulkul yang
tersimpan di Pura-pura besar di Bali yang
dianggap sebagai wujud nyata beryadnya sehingga apabila terjadi penyimpangan
dalam penggunaannya maka segera upacara penyucian dilakukan. Oleh karena itu
kulkul diletakkan pada sebuah bangunan yang disebut ’Bale Kulkul’, tepatnya
digantungkan pada sudut depan pekarangan pura atau banjar
Selain itu kulkul juga dianggap religius
(terutama kulkul yang ada di pura-pura) karena proses pembuatannya tidak
sembarangan dan tidak sembarang orang juga dapat membuat kulkul tersebut
(terutama kulkul yang terbuat dari kayu). Ritual pembuatan kulkul bagi umat Hindu Bali menggunakan istilah "ala ayuning
dewasa" artinya dewasa yang baik dan dewasa yang kurang baik. Kedua hal
ini sulit dipisahkan bahkan selalu berdampingan. Demikian pula dalam pembuatan
sebuah kulkul dari kayu biasa menjadi sebuah alat bunyian bernilai sakral dan
keramat, harus mengalami pemrosesan yang cukup panjang. Dimulai dari mencari
bahan, menebang kayu sampai kepada proses pembuatannya harus melalui serentetan
upacara. Para pembuat kulkul harus melakukan
tahap-tahap upacara guna mencari dewasa yang baik dan menghindari dewasa yang
kurang baik, dari awal hingga akhir pembuatan kulkul. Sampai kepada tahap
melepaskan sebuah kulkul juga harus melalui sebuah upacara. Apabila tahapan
upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan
dianggap sebagai benda suci serta keramat.
Jadi kulkul tersebut terkait
erat dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang
dilakukan masyarakat Bali mengikutsertakan kulkul. Seperti dalam pemanggilan
para Dewa dan Bhuta Kala didahului dengan membunyikan kulkul. Kulkul diyakini
mengandung kekuatan magis dan dianggap keramat oleh penduduknya. Kulkul adalah
alat komunikasi tradisional, antara manusia dengan dewa, manusia dengan
penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat
meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa
kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi kulkul. Oleh
sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali dipandang religius dan perlu
dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan suatu upacara yadnya
suatu kegiatan kemanusiaan dan lain sebagaiannya.
·
Ditinjau dari ilmu pengetahuan apa hubungannya
dengan kulkul !
Ditinjau dari ilmu pengetahuan
penggunaan kulkul pada masyarakat Hindu Bali sudah terlacak sejak lama, terbukti istilah kulkul ditemukan dalam syair Jawa-Hindu Sufamala. Beberapa lontar Bali, juga menyebutkan keberadaan kulkul seperti Awig-awig Desa Sarwaada, Markandeya Purana, dan Diwa Karma. Keempat naskah kuno Bali ini, mengungkapkan pentingnya kayu, yang bermakna
pikiran dalam kehidupan manusia, yang biasa disebut dengan kulkul. Kayu adalah
bahan dasar dari kulkul yang erat hubungannya dengan manusia. Kulkul lebih
dominan menggunakan kayu sebagai bahannya karena kayu mempunyai maksud agar pemikiran
(dalam bahasa Bali disebut kayun) para anggota
benar-benar menyatu dalam alat komunikasi tradisional tersebut dan juga supaya
kulkul dapat bertahan lama tidak cepat lapuk. Selain itu penggunaan kulkul juga
disebabkan karena pada zaman dahulu tidak ada alat komunikasi yang dapat
menghubungi warganya satu persatu semisal zaman sekarang seperti handphone.
Jadi masyarakat pada waktu itu memilih kulkul sebagai alat komunikasi karena
suara kulkul terdengan keras sampai ke ujung desa.
Keberadaan kulkul lebih
dekat dengan kehidupan masyarakat, maka kulkul ini memiliki peran cukup
signifikan. Secara fungsional disimbolkan sebagai sarana menciptakan kebersamaan
dan persatuan, karena setiap masyarakat akan selalu mematuhi simbol-simbol
bunyi yang disuarakan dari kulkul tersebut. Bisa jadi kenyataan ini tidak lepas dari
makna bunyi yang terkandung dalam kulkul, secara tidak langsung merupakan
perjanjian tidak tertulis antara kulkul dengan
masyarakat.
Pada umumnya
jumlah kentongan yang digantung pada Bale kulkul yang ada di Bali adalah dua
buah. ini maksudnya untuk mencerminkan dan jenis kelamin anggota organisasi
tersebut yaitu terdiri dan lelaki dan perempuan. Apabila kegiatan ini hanya
melibatkan anggota perempuan, maka yang akan dibunyikan adalah kentongan yang
beridentitas perempuan. Demikian pula sebaliknya apabila kegiatan hanya
melibatkan anggota laki-laki, maka kentongan yang dibunyikan adalah kentongan
yang beridentitas laki-laki. Tetapi kalau kegiatan melibatkan laki perempuan,
maka kedua kentongan yang harus dibunyikan. Untuk membedakan antara kedua jenis
kentongan menurut identitasnya dapat dilihat bahwa dari ukuran besar kecil,
suara penabuhnya.
. Walau zaman telah mengalami
perkembangan begitu pesat khususnya dalam bidang komunikasi dengan masuknya
beragam teknologi baru seperti telepon, telepon sellular, dan layanan pesan
singkat, namun keberadaan kulkul di
Bali akan tetap eksis dan tidak akan pernah bisa tergantikan. Hal tersebut bisa
dilihat di setiap wilayah banjar yang
masih memiliki kulkul sebagai sarana
upacara dan komunikasi. Fenomena seperti ini terjadi karena masyarakat Bali
menganggap bahwa kulkul memiliki
makna simbolik tersendiri dalam tatanan kehidupan kemasyarakatan. Dengan demikian, peranan kulkul sebagai media komunikasi
tradisional masyarakat Bali sangatlah besar. Kulkul berperan untuk menyampaikan
simbol-simbol atau kode-kode yang dapat dimaknai secara langsung seperti ritme
pukulan maupun nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya, seperti rasa
persatuan dan kesatuan, kepada seluruh masyarakat Bali.
0 comments:
Post a Comment